Kamis, 27 September 2018

Teori Aturan Pembangunan

Pokok-pokok pikiran Mochtar terkait dengan fase kedua dari Teori Hukum Pembangunan sanggup dideskripsikan sebagai diberikut:
1. Filsafat Pancasila dipakai sebagai landasan mendasar untuk menggantikan posisi teori-teori dari pemikir asing, menyerupai Northrop, Pound, Lassswell, dan McDougal yang sebelumnya diakui Mochtar sempat mempengaruhi pandangannya. Ia mulai menulis dan memakai istilah cita hokum Pancasila, filsafat aturan Pancasila, dan Negara aturan Pancasila.
2. Mochtar tetap sepakat bahwa tujuan utama hokum pada umumnya ialah ketertiban dan keadilan. Tujuan keadilan ini dikaitkan Mochtar dengan tujuan aturan dalam suatu Negara hokum Pancasila. Dalam setiap Negara hukum, kekuasaan diatur dan oleh alasannya itu, harus pula tunduk pada hukum. Tujuan keadilan ini mencakup beberapa aspek di dalamnya keadilan social (sila kelima dari Pancasila)
3. Selain itu keadilan sebagai tujuan aturan juga berkaitan dengan kedudukan dan hak yang sama bagi tiruana orang di dalam hukum. Hal ini sanggup dihubungkan dengan sila kerakyatan dalam Pancasila (asas persamaan). Apabila tujuan aturan dalam Negara pancasila pada analisis di atas ialah keadilan social, maka fungsi aturan karenanya ialah untuk mewujudkan tujuan atau impian dalam kenyataan.
4. Hukum suatu Negara, bagaimanapun baiknya tujuannya, tidak akan bermanfaa bagi kehidupan masyarakat bila tidak ditegakkan. Penegakkan aturan dilakukan dalam hal terjadi pelanggaran hukum, yaitu ketika aturan yang mengatur tidak berhasil atau terganggu dalam menjalankan fungsinya. Instansi terakhir dalam penegakkan aturan ini dijalankan oleh hakim. Hakim menilik masalah dan memdiberi keputusannya menurut aturan dan demi keadilan.
5. Penegakkan aturan tidak spesialuntuk menjadi urusan pegawanegeri penegak aturan (polisi, jaksa, atau advokat) melainkan pada instansi terkait terakhir juga bergantung pada pencari keadilan itu sendiri. Untuk itulah perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa berpekara itu ialah demi menegakkan aturan dan keadilan, tidak semata-mata demi memenangan perkara.
6. Dalam menumbuhkan kesadaran ini, ada tugas susila di dalamnya. Etika dan aturan sama-sama ialah kaidah yang mengatur kehidupan insan di dalam masyarakat. Etika mengatur tindakan insan dari dalam diri insan tersebut, sedangkan aturan mengatur aspek tindapan lahiriah insan dalam masyarakat. Khusus bagi pegawanegeri penegak hukum, susila ini bekerjasama dengan susila profesi, yang dijalankan demi penegakkan undang-undang dan hukum, demi melindungi/membela kepentingan terdakwa atau klien, dan demi memegang kerahasiaan profesi.
7. Mochtar mengakui ada pementingan tahap pertama pembangunan yang didiberikan pada upaya pelembagaan (institutionalization) pada usaha-usaha besar training bangsa (a great nation building effort). Pada tahap pertama memang tekanan didiberikan pada pelembagaan usaha-usaha atau proses ini, sehingga orang perorangan mungkin terdesak, namun hal ini tidak berarti individualitas dari orang perorangan tersebut dilarang didiberi peluang untuk berkembang, mengingat analisis terakhir terhadap satua-satuan masyarakat itu akan berujung pada individu juga.
8. Persoalan insan di dalam pembangunan Indonesia tersebut didasarkan pada perkiraan penerimaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai suatu kenyataan dan landasan berpikir dan bertindak insan Indonesia.
9. Pembangunan insan Indonesia harus dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagi diberikut:
a. Selain percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, juga harus percaya pada kemampuan diri sendiri dan pada hari dpan Indonesia yang lebih baik;
b. Sebagai insan politik, harus committed pada sistem politik Negara yang pada titik puncaknya sudah mendapatkan pancasila sebagai asas tunggal yang cocok bagi bangsa Indonesia; dan
c. Sadar pada hak dan kewajiban, baik sebagai orang perorangan maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga pengertian individu tidak bisa dilepaskan dari pengertian masyarakat kawasan individu itu menerima peluang berkembang sepenuhnya.
10. Manusia Indonesia “masa kini” yang terlibat dalam pembangunan tersebut diupayakan supaya mempunyai abjad sebagai insan modern, yang mencakup beberapa aspek sifat-sifat ideal sebagai diberikut:
a. Cermat, sebagai lawan dari kecerobohan dan “asal saja”;
b. Hemat, dalam arti sanggup mengatur kekayaannya (termasuk Negara, pikiran, dan waktu) untuk tujuan-tujuan produktif;
c. Rajin, dalam arti suka bekerja untuk memenangkan persaingan;
d. jujur , sebagai sifat terpuji yang menjadi keharusan untuk mendapatkan kepercayaan sebagai modal dalam berusaha, terlepas dari apakah ada tidaknya tawaran sifat jujur ini dalam agama atau norma-norma etika;
e. Tepat waktu (tepat janji), sebagai sifat untuk menghormati rekan pergaulan dan hal ini juga menjadi modal dasar yang penting dalam perjuangan dana perdagangan;
f. Tegas tetapi bijaksaja, mengingat tegas penting untuk menghilangkan kegalauan pada pihak ketiga dalam bekerjasama dengan kita dan bijaksana perlu alasannya terkait dengan pihak ketiga yang menjadi samasukan ketegasan tersebut;
g. Berani tetapi berhati-hati, dalam arti siap menghadapi resiko demi perubahan dan perbaikan serta berhati-hati supaya resiko tersebut dilandasi perhitungan yang matang;
h. Teguh memegang prinsip (prinsipiil), yakni sifat untuk tidak simpel goyah atau termakan melaksanakan hal-hal yang kurang baik dan menjerumuskan. (Shidarta, dkk, 2012:124-128)

Mochtar memang belum sempat menuliskan secara detail perkembangan dari fase pertama pemikirannya wacana Teori Hukum Pembangunan ini. Cukup banyak prinsip-prinsip pokok dari fase pertama anutan tersbeut yang masih dipertahankan, misalnya, konsep wacana fungsi aturan sebagai law as a tool of social engineering, tetap dipertahankan. (Shidarta, dkk, 2012:129-30)
Perhatian Mochtar terhadap aturan kebiasaan juga masih cukup menonjol. Tampaknya ia melihat aturan kebiasaan ini lebih cocok dengan kondisi Indonesia dalam iklim globalisasi sampaumur ini. Mochtar memang tidak lari kea rah pementingan aturan susila gaya lama, tetapi lebih ke konsep aturan susila dalam masyarakat modern Indonesia sebagaimana sanggup di baca dalam tulisan-tulisan M.B.Hooker. (Shidarta, dkk, 2012:30)
Dalam pandangan penulis, apa yang disampaikan oleh Mochtar ini selayaknya direspons secara positif oleh para andal aturan Indonesia. Harus diakui bahwa apa yang doloe dikenal sebagai ciri-ciri aturan susila di Indonesia, yakni kongkret, kontan, dan komunal, seiring dengan perjalanan zaman sudah mengalami pergeseran-pergeseran tajam. Saat ini, misalnya, di desa-desa jual beli sepeda motor sudah dilakukan dengan sistem kredit. Sikap-sikap individualistic juga terlihat makin menonjol. Artinya, temuan-temuan tokoh-tokoh aturan susila tradisional tersebut perlu dikaji ulang, kendati teori-teori usang ini tetap mempunyai kegunaan sebagai hipotesis. (Shidarta, dkk, 2012:30)
Teori Hukum Pembangunan pada fase kedua anutan Mochtar sanggup dikatakan sudah memdiberi ide bagi para andal aturan Indonesia supaya mau menukik kepada pencarian teori dan filsafat aturan Indonesia yang lebih membumi. Pada fase kedua ini Mochtar sudah beranjak dari seorang pemikir teoretikan menuju pemikir filosofikal. Apabila seseorang ilmuwan mengambil dasar-dasar filsafat, maka sesungguhnya ia sedang bergerak menjadi filsuf. Dalam posisi demikian, tiruana pikirannya wacana aneka macam problem (hukum, ekonomi, politik, dan sebagainya) sudah dipengaruhi sudut pandang dari dasar-dasar filsafatnya itu. Jadi, untuk mendalami filsafat Pancasila versi Mochtar, bahu-membahu tidak cukup spesialuntuk menganalisisnya dari sudut filsafat aturan saja, tetapi juga pandangan-pandangan yang menyeluruh wacana aspek kehidupan lainnya. Dari sudut ini, maka filsafat Pancasila (termasuk filsafat aturan Pancasila) ala Mochtar akan tidak sama dengan filsafat Pancasila dari tokoh-tokoh aturan lainnya. Dalam konteks ini, Teori Hukum Pembangunan dari Mochtar Kusuma Atmadja bias didekati pada fase kedua ini dengan memakai kerangka berfikir filsafat Pancasila, sehinggan hasil analisis kita terhadap Teori Hukum Pembangunan ini bukan mustahil suatu dikala akan bermetamorfosis kajian Filsafat Hukum Pembangunan. (Shidarta, dkk, 2012:30-31)

Shidarta, dkk, 2012, Mochtar Kusuma Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan: Eksistensi dan Implikasi. Jakarta: HuMa.

0 komentar

Posting Komentar