Kamis, 27 September 2018

Teori Jalur Sasaran

Teori Jalur Samasukan. Dewasa ini, salah satu pendekatan kepemimpinan yang paling disegani yaitu teori jalur-samasukan (part-goal theory). Dikembangkan oleh Robert House, teori jalur-samasukan ialah model kontijensi kepemimpinan yang meringkas unsur-unsur utama dari penelitian kepemimpinan Ohio terkena struktur pertama dan pertimbangan serta teori pengharapan pada motivasi. (h.448)

Hakikat teori jalur samasukan yaitu bahwa ialah kiprah pemimpin untuk memmenolong pengikutnya mencapai samasukan mereka dan untuk mempersembahkan pengarahan dan/atau pemberian yang perlu guna memastikan samasukan mereka sesuai dengan samasukan keseluruhan kelompok atau organisasi. Istilah jalur samasukan diturunkan dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memmembersihkankan jalur untuk memmenolong pengikut mereka berangkat dari daerah pertama mereka berada menuju pencapaian samasukan kerja mereka dan memmenolong melaksanakan perjalanan sepanjang jalur itu secara lebih mudah dengan mengurangi kendala dan perangkap. (h.448)

House mengidentifikasi empat sikap kepemimpinan. Pemimpin direktif memdiberi peluang pengikutnya mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, menjadualkan pekerjaan yang akan dilakukan dan mempersembahkan aliran yang spesifik terkena cara menuntaskan tugas. Pemimpin suportif ramah dan menunjukkan perhatian akan kebutuhan para pengikut. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan memakai masukan mereka sebelum mengambil keputusan. Pemimpin berorientasi prestasi menetapkan serangkaian samasukan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka. Berlawanan dengan bahwa pemimpin yang sama sanggup menampakkan setiap atau tiruana sikap ini tergantung pada situasi. (h.448-449)

Teori jalur samasukan mengemukakan dua kelas variabel situasi atau kontijensi yang melunakkan kekerabatan sikap kepemimpinan hasil variabel-variabel dalam lingkungan yang berada di luar kendali bawahan (struktur tugas, sistem wewenang formal, dan kelompok kerja) dan variabel yang ialah cuilan dari karakteristik langsung bawhaan (lokus kendali, pengalaman, dan kemampuan pemahanan). Faktor-faktor lingkungan menentukan tipe sikap pemimpin yang disyaratkan sebagai tambahan biar keluaran bawahan terbaik; sementara karakteristik langsung bawahan menentukan cara menafsirkan lingkungan dan sikap pemimpin itu. Oleh sebab itu teori tersebut mengemukakan bahwa sikap pemimpin akan tidak efektif bila berlebih sebab sama dengan sumber-sumber struktur lingkungan atau tidak sebangun dengan karakteristk bawahan. Sebagai contoh, diberikut ini yaitu beberapa ilustrasi wacana asumsi yang didasarkan pada teori jalur samasukan:
• Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar bila tugas-tugas bersifat ambigu atau penuh tekanan daripada bila tugas-tugas sangat terstruktur dan tertata dengan baik.
• Kepemimpinan suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi bila bawahan mengerjakan kiprah yang terstruktur.
• Kepemimpinan direktif cenderung diperspsikan sebagai berlebihan jikalau bawahannya mempunyai kemampuan pemahaman yang tinggi atau pengalaman yang cukup banyak.
• Bawahan yang mempunyai lokus kendali internal (mereka yang yakin sanggup mengendalikan nasibnya sendiri) akan lebih puas atas gaya partisipatif.
• Kepemimpinan yang berorientasi prestasi akan meningkatkan pengharapan bawahan bahwa upaya akan menghasilkan kinerja yang tinggi bila tugas-tugas itu ambigu strukturnya. (h.449)

Bukti penelitian umumnya mendukung budi yang mendasari teori jalur samasukan. Artinya terdapat kecenderungan bahwa kinerja dan kepuasan karyawan terpengaruh secara positif bila pemimpin itu mengimbangi hal-hal yang kurang dalam diri karyawan atau dalam situasi kerja. Tetapi, pemimpin yang menghabiskan waktu untuk pertanda tugas-tugas bila tugas-tugas itu sudah terperinci atau bila karyawan itu mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk menanganinya tanpa gangguan, kemungkinan besar akan tidak efektif sebab karyawan itu melihat sikap direktif semacam itu sebagai berlebihan atau bahkan menghina. (h.449-450)

Model Partisipasi Pemimpin

Victor Vroom dan Philip Yetton mengembangkan model partisipasi pemimpin yang menghubungakan sikap kepemimpinan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Mengenali bahwa strutur-sturtur kiprah mempunyai tuntutan yang berubah-ubah untuk kegiatan rutin dan non-rutin, para peneliti ini beropini bahwa sikap kepemimpinan harus mengikuti keadaan biar sanggup mencerminkan struktur tugas. Model Vroom dan Yetton bersifat normatif—model itu mempersembahkan seperangkat urutan hukum yang seharusnya diikuti dalam rangka menentukan ragam dan banyaknya partisipasi yang diinginkan dalam pengambilan keputusan, sebagaimana ditentukan oleh jenis situasi yang berjalan. Model itu ialah pohon keputusan rumit yang merangkum tujuh kontijensi (yang relevansinya sanggup diidentifikasi dengan membuat pilihan “ya” dan “tidak”) dan lima gaya kepemimpinan alternatif. (h.450)

Karya yang lebih gres dari Vromm dan Arthur Jago menghasilkan revisi atas model ini. Model yang gres ini mempertahankan lima gaya kepemimpinan alternatif—mulai dari pemimpin yang menyebarkan problem dengan kelompok dan menyusun keputusan konsensus—namun menambahkan seperangkat jenis problem dan memperluas variabel kontijensi menjadi 12. (h.450)


1. Pentingnya keputusan
2. Pentingnya pencapaian kesepakatan pengikut terhadap keputusan
3. Apakah pemimpin mempunyai isu yang cukup sehingga bisa membuat keputusan yang baik
4. Seberapa baik struktur problem yang ada
5. Apakah keputusan otokratik akan mendapat kesepakatan pengikut
6. Apakah pengikut mempercayai samasukan organisasi
7. Apakah terdapat kemungkinan konflik di antara para pengikut terhadap alternatif-alternatif solusi.
8. Apakah para pengikut mempunyai isu yang cukup sehingga bisa membuat keputusan yang baik.
9. Keterbatasan-keterbatasan waktu pemimpin yang mungkin membatasi keterlibatan pengikut
10. Apakah biaya untuk menyatukan para anggota yang secara geografis tersebar itu layak.
11. Pentingnya pemimpin meminimalkan waktu yang diharapkan untuk membuat keputusan.
12. Pentingnya penerapan partisipasi sebagai alat untuk membangun keterampilan keputusan pengikut. (h.450)

Riset yang mengkaji model partisipasi pemimpin baik yang orsinil maupun yang direvisi sangat membesarkan hati. Kritikan cenderung terserius pada variabel-variabel yang dibaikan dan pada keseluruhan kerumitan model itu. Teori-teori kontijensi lain menunjukkan bahwa stress, intelegensia, dan pengalaman ialah variabel-variabel situasi yang penting, sekurang-kurangnya dari sudut pandang praktis, dan ialah kenyataan bahwa model itu terlalu rumit bagi manajer pada umumnya untuk memakai pada basis regular. Meski Vroom dan Jago sudah mengembangkan aktivitas komputer untuk memandu manajer melalui tiruana cabang keputusan dalam model yang direvisi, sangat tidak realistic untuk mengharapkan para manajer yang berpraktik untuk mempertimbangkan dalam upaya menyeleksi proses keputusan yang sempurna bagi problem spesifik. (h.451)

Jelas kita tidak berlaku adil terhadap kecanggihan model dalam pembahasan ini. Lalu apa yang sanggup kita peroleh dari tinjauan singkat ini? Wawasan tambahan atas variabel kontijensi yang relevan. Vroom dan rekan-rekannya sudah mempersembahkan kita beberapa variabel kontijensi yang spesifik yang didukung secara empiris yang hendaknya Anda pertimbangkan dikala menentukan gaya kepemimpinan Anda. (h.451)

Stephen P. Robbins, 2008, Perilaku Organisasi – Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Indeks.

0 komentar

Posting Komentar