Menurut jenisnya, akuntabilitas sanggup dibedanya atas akuntabilitas internal dan akuntabilitas eksternal seorang menjalankan kiprah dan fungsinya dalam organisasi pemerintahan. Pertanggungjawabanan seeorang kepada Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaannya terkena sesuatu yang dilaksanakannya dipahami sebagai akuntabilitas internal atau akuntabilitas spiritual seseorang. Sedangkan pertanggungjawabanan seseorang kepada lingkungannya baik pada lingkungan formal organisasi (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat (LAN-RI:2000).
Akuntabilitas eksternal seseorang dalam organisasi lebih praktis diukur alasannya yaitu parameter, norma dan standarnya sangat jelas. Pengawasan, pengendalian dan evaluasi eksternal secara eksplisit sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sistem dan mekanisme kerja organisasi. Tidak demikian halnya dengan akuntabilitas internal seseorang, alasannya yaitu tidak adanya parameter yang terang dan sanggup diterima oleh tiruana orang dan tidak ada yang melaksanakan pengecekan sehingga tidak terang ukurannya, terkecuali dikaitkan dengan kegiatan dengan lingkungan pemerintah dan masyarakat. Akuntabilitas eksternal seseorang baik di dalam maupun di luar organisasi ialah hal yang paling banyak dibicarakan, alasannya yaitu berkaitan dengan kepercayaan dari persepsi, sikap dan perilakunya dalam menjalankan kiprah dan kewajibannya selaku insan peribadi, sosial dan organisasi.
Menurut Brautinggam dalam Nizar yang dikutif Joko Widodo (2001:152) bahwa dibedakan tiga jenis akuntabilitas publik dalam kontek penyelenggaraan pemerintahan yaitu: akuntabilitas politik, akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas hukum. akuntabilitas politik berkaitan bersahabat dengan sistem pemilu, sistem politik “multi partai” dinilai lebih bisa menjamin akuntabilitas politik pemerintahan terhadap rakyatnya daripada pemerintahan dalam sistem “satu partai”. Akuntabilitas keuangan, berarti pegawanegeri pemerintah wajib mempertanggungjawabankan setiap rupiah uang rakyat dalam anggaran belanjannya yang bersumber dari penerimaan pajak dan retribusi. Akuntabilitas hukum, bahwa rakyat harus mempunyai keyakinan bahwa unit-unit pemerintahan sanggup bertanggungjawaban secara aturan atas segala tindakannya.
Menurut Samuel Paun (dalam Tjahya Supriatna, 2001:102) akuntabilitas sanggup dibedakan atas: democratic accountability, professional accountability, and legal accountability: dengan klarifikasi lebih lanjut sebagai diberikut:
Akuntabilitas demokratis ialah adonan antara administrative dan politic accountabiilty. Menggambarkan pemerintah yang akuntabel atas kinerja dan tiruana kegiatannya kepada pemimpin politik. Pada negara-negara demokratis, menteri pada parlemen. Penyelenggaraan pelayanan publik akuntabel kepada menteri/pimpinan instansi masing-masing. Dalam kontek ini pelaksanaan akuntabel dilakukan secara berjenjang dari pimpinan bawah ke pimpinan tingkat tinggi secara hierarki yaitu Presiden pada MPR
Dalam akuntabilitas profesional, pada umumnya para pakar, profesional dan teknokrat melaksanakan tugas-tugasnya menurut norma-norma dan standar profesinya untuk memilih public interest atau kepentingan masyarakat.
Berdasarkan kategori akuntabilitas legal (hukum), pelaksana ketentuan aturan diadaptasi dengan kepentingan public goods dan public service yang ialah tuntutan (demand) masyarakat (costumer). melaluiataubersamaini akuntabilitas hukum, setiap petugas pelayanan publik sanggup diajukan ke pengadilan apabila mereka gagal dan bersalah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dibutuhkan masyarakat. Kesalahan dan kegagalan dalam pemdiberian pelayanan kepada masyarakat akan terlihat pada laporan akuntabilitas legal.
Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan berkewajiban mempertanggungjawabankan aneka macam kebijakan dan pelayanan publik pada masyarakat. Dalam hal ini Chander dan Plano dalam Joko Widodo (2001:153) membedakan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam lima macam yaitu:
a. Fiscal accountability, ialah tanggungjawaban atas dana publik yang digunakan;b. Legal accountability, tanggungjawaban atas ketaatan kepada peraturan perundang-undnagan yang berlaku;
c. Programme accountability, tanggungjawaban atas pelaksanaan program;
d. Process accountability, tanggungjawaban atas pelaksanaan mekanisme dan mekanisme kerja;
e. Outcome accountability, tanggungjawaban atas hasil pelaksanaan kiprah dalam situasi organisasi.
Sebagai perbandingan terhadap pandangan Chander dan Plano, maka Yango terdapat empat macam akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan (Joko Widodo, 2001:153) yaitu:
a. Regularity Accountability, memseriuskan pada transaksi-transaksi fiskal untuk mendapat isu terkena kepatuhan pada peraturan yang berlaku terutama yang terkait dengan peraturan fiskal dan peraturan pelaksanaan manajemen yang sering disebut “compliance accountability”.b. Managerial Accountability, menitik beratkan pada efisiensi dan kehematan penerapan dana, harta kekayaan, sumberdaya insan dan sumber-sumber daya lainnya.
c. Program Accountability, menseriuskan pada pencapaian hasil pelaksanaan kegiatan pemerintah.
d. Process Accountability, menseriuskan pada isu terkena tingkat pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan kebijakan dan kegiatan organisasi.
Dari pendapat di atas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan atau akuntabilitas pemerintahan bermacam-macam yang mencerminkan kewajiban, tanggungjawaban, samasukan atau tujuan mempunyai manfaat dan efek bagi kelancaran, kesehatan dan kepercayaan organisasi dan meningkatkan kepentingan umum. Dalam hal itu, terdapat bermacam-macam akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu akuntabilitas hukum, akuntabilitas organisasi dan manajerial, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas proses, akuntabilitas program, akuntabilitas profesional dan akuntabilitas moral.
Daftar Pustaka
Supriatna, Tjahya, 2013, Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: IPDN.
0 komentar
Posting Komentar