Minggu, 23 September 2018

Akuntabilitas Aturan Pemerintahan Daerah

Akuntabilitas Hukum Pemerintahan Daerah - Berdasarkan UU No.32 Tahun 20014 yang dirumah terakhir dengan UU No.12 Tahun 2007 ihwal Pemerintahan Daerah, sudah mempersembahkan kewenangan kepada Pemda untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan kiprah pemmenolongan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta keragaman tempat dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi tempat sejalan dengan upaya membuat pemerintahan yang membersihkan, bertanggungjawaban serta bisa menjawaban tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik, maka pemerintahan tempat berkewajiban mempertanggungjawabankan penyelenggaraan pemerintahan tempat baik secara hukum, politik, administrasi, program, dan lain sebagainya kepada Pemerintah dan masyarakat.

Akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dari dimensi aturan tercermin dari contoh kekerabatan antara Pemerintah pusat dan tempat yang menganut asas desentralisasi dan otonom, kecuali oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Asas desentralisasi ialah kontinum dari asas sentralisasi, alasannya yakni kewenangan tempat otonom dalam penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan (desentralisasi) bersumber dari kewenangan (asas sentralisasi) berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 ihwal Pemerintahan Daerah dengan melakukan asas deserius desentralisasi dan kiprah pemmenolongan. Artinya dalam pelaksanaan desentralisasi, meskipun pemerintah tempat mempunyai kewenangan yang sangat luas untuk menyebarkan daerahnya, namun demikian dihentikan berperihalan dengan pengaturan yang sudah diputuskan oleh Pemerintah Pusat yang diatur secara yudiris formal dalam Undang-Undang tersebut (Mardianto, 2009).

Penyelnggaraan desentralisasi dan otonomi tempat berdasarkan dimensi akuntabiitas aturan memdiberi kewenangan yang luas, kasatmata dan bertanggungjawaban yang diwujudkan dalam pengaturan, pertolongan dan memanfaatkan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan tempat sesuai dengan prinsip demokrasi, kiprah serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keberagaman tempat dengan tetap didasarkan pada kekerabatan pusat tempat atas dasar asas desentralisasi tersebut (Tjahya Supriatna, 2001). Konsekuensi logis dari penataan kekerabatan pusat dan tempat yakni produk aturan peraturan tempat (Perda) yang mempunyai kedudukan dan arti yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 ihwal Pembentukkan Peraturan Perundang-Undnagan, Perda ialah salah satu produk aturan yang hierarkinya berada di bawah Peraturan Presiden. Adapun hierarki peraturan perundang-undangan tersebut selengkapnya yakni sebagai diberikut:
a. UUD Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.

Posisi Perda berada paling bawah dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi mempunyai kedudukan yang strategis bagi tempat dalam menyelenggarakan urusan dan kiprah pemerintahan daerah. Mengingat Perda ialah kebijakan tempat dalam melakukan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan tempat atas dasar peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan ciri khas tempat masing-masing daerah. Selain itu, Perda mempunyai fungsi lain sebagai instrumen yudiris yang secara syah didiberikan kepada Pemda dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah. Penyelnggaraan urusan, kiprah dan kewajiban pemerintah tempat tanpa Perda, maka kebijakan-kebijakan pemerintah tempat dalam satuan wilayah kerjanya sanggup dikategorikan tidak syah atau ilegal yang berperihalan dengan prinsip “law inforcement” dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di tempat sehingga berdampak pada penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan pemerintah daerah.

Oleh alasannya yakni itu, Perda yang mengatur Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD, Perubahan APBD dan Tata Ruang harus melalui tahapan evaluasi, oleh Pemerintah Pusat, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau Peraturan Daerah lainnya. Sehubungan dengan kepentingan nasional tersebut, maka Perda dibuat berdasarkan asas-asas sebagai diberikut: a) kejelasan tujuan, b) kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, c) kesesuaian antar jenis dan materi muatan, d) sanggup dilaksanakan, e) kedayagunaan dan kehasilgunaan, f) kejelasan rumusan, g) keterbukaan.

Sedangkan materi muatan Perda dalam rangka penyelenggaraan otonomi tempat dan kiprah pemmenolongan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 adaslah sebagai diberikut:
1. Pengayoman, yakni setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi mempersembahkan santunan dalam rangka membuat ketentraman masyarakat;
2. Kemanusiaan, yaitu materi muatan setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan santunan dan penghormatan hak-hak asasi insan serta harkat dan martabat setia masyarakat negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;
3. Kebangsaan, yakni setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan budbahasa bangsa Indonesia yang pluralisik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. Kekeluargaan, yakni setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencpai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
5. Kenusantaraan, yakni setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di tempat ialah bab dari sistem aturan nasional yang berdasarkan Pancasila;
6. Bhineka Tunggal Ika, yakni materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
7. Keadilan, yakni setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap masyarakat negara tanpa kecuali;
8. Kesamaan kedudukan dalam aturan dan pemerintahan, yakni setiap materi muatan peraturan perundang-undangan dihentikan meliputi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial;
9. Ketertiban dan kepastian hukum, yakni setiap materi peraturan perundang-undangan harus sanggup menjadikan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;
10. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan, yakni adanya keseimbangan, keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan negara dan bangsa.

Berdasarkan konsepsi kebijakan tersebut, akuntabilitas hukum dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tempat yang dilakukan pemerintah tempat dalam muatan materi perda, menjadi kekuatan aturan menjadi landasan yudiris formal yang sinergi dengan kebijakan pemerintah pusat, memperhatikan kepentingan publik dan menjamin kelancaran pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Daftar Pustaka
Supriatna, Tjahya, 2013, Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: IPDN.

0 komentar

Posting Komentar